Kamis, 08 November 2012

INIKAH SEKOLAH KITA (edisi GALAU)

Ladang kita menyemai cita
Berdinding bata kokoh tertata
Lantai berkilat bersih bak kaca
Tak luas memang
Tak jadi soal, asal harapan tetap terbentang

Disinilah anak-anak kita merajut mimpi
Meski tak kutahu pasti, mimpi mereka sendiri….
Mimpi orang tua….
Mimpi ustadz ustadzah….
Atau bahkan mimpinya bapak menteri

Di koridor-koridor masa depan anak-anak berbaris rapi
Berlatih seni berdisiplin tingkat tinggi
Dengan koreografi yang tak pernah berubah dari dulu hingga kini

Disini anak-anak kita berjuang berkompetisi
Bak kuda pacu yang digesa dengan wortel dan cemeti
(kadang dengan nama halus apresiasi dan konsekuensi logis)

Dalam dimensi bujur sangkar ini anak anak melewati hari
Meninggalkan dunia nyata yang galau dan tak pasti
Dengan kebijaksanaannya sekolah punya filosofi
“Anak anak harus belajar dalam dunia yang tak terkontaminasi”
Maka belajar menjadi masa yang harus dilalui,
Suatu ruang yang steril dari “pengaruh buruk” kehidupan yang keji

Disini anak-anak kita belajar ilmu pasti dan yang tidak pasti
Menjadi media “tabula rasa”/gelas kosong yang harus diisi
Dengan ilmu para guru yang jelas lebih sakti

Disinilah anak-anak kita belajar hidup
Tas punggung penuh buku menggunung
Agar mereka belajar bahwa hidup adalah beban yang harus ditanggung
Full Day School menjadi primadona, karena hidup butuh stamina yang prima
Berderet standard operasional dengan konsekuensi logisnya
Agar mereka disiplin dan menghargai aturannya
Berpuluh mata pelajaran menjadi menu utama
Agar mereka belajar bahwa hidup adalah kompleksitas tak berhingga

Benarkah kita sudah mendirikan sekolah ?
Lihatlah anak-anak lulus SD, tapi tak jua sadar urusan shalatnya
(padahal Rasul memerintahkan belajar shalat usia 7 dan memukulnya usia 10/setara kelas 4 SD, jika tak juga sadar shalat)
Lihatlah anak-anak memasuki baligh, tapi tak tuntas urusan thaharahnya
(bagaimana dengan shalat jika wudlu asal-asalan)
Lihatlah anak-anak SMP kita yang tak jua mandiri urusan pribadinya, apalagi mengenal apa itu tanggung jawab
(padahal baligh itu berarti mukallaf, terbebani oleh kewajiban/bertanggungjawab atas perbuatannya sendiri)
Lihatlah anak-anak SMA kita menjadi generasi bingung, tak tahu mau apa dan kemana
(Diusianya Usamah menjadi panglima, Muhammad Al Fatih diangkat menjadi Sultan, pemuda-pemuda ikhwan menjadi ketua distrik level kabupaten/kota)
Lihatlah anak-anak kita lulus ujian negara dengan nilai yang tinggi, tapi tak punya ketrampilan berfikir, budaya belajar, budaya literasi bahkan sekedar budaya baca
Lihatlah anak-anak kita yang belajar bahasa sejak kecil, tapi tak mampu mengungkap gagasan dengan verbal atau tulisan, terbata-bata diatas mimbar, tergagap-gagap dalam berdebat.

Benarkah kita sudah mendirikan sekolah
Dengan menciptakan penjara mewah buat jasad mereka
Dengan memasangkan tempurung buat rumah mimpi mereka
Dengan menerapkan norma-norma mekanistis yang mengebiri akal-akal kreatif mereka

Lihatlah betapa gembiranya anak-anak kita
Saat bel istirahat atau pulang berdentang
Saat jam kosong berkepanjang
Saat hari libur tlah datang
Lihatlah cerianya mereka mengulang reffrain senandung Tasya
“..libur tlah tiba..libur tlah tiba..hore..hore..hore…”
Bahagianya mereka terbebas dari penjara yang bernama sekolah

Benarkah kita tlah mendirikan sekolah ???